A sincere 'sorry' is the simplest way to maintain a relationship

Meskipun dilarang oleh Jeno, Allison kini telah berpindah posisi. Duduk di meja rias dengan satu tangan yang kini berusaha meratakan lapisan pertama riasannya.

Sejak kecelakaan itu, Allison tidak pernah menyentuh alat riasnya. Selain karena memang tidak ia bawa, luka di tubuhnya benar-benar menjadi penghambat seluruh pergerakannya.

Nafasnya ia buang dengan berat karena merasa lelah dengan tahapan yang tidak kunjung selesai sejak tujuh menit yang lalu. Ingin Allison meminta bantuan sang putri, tetapi sejak ia kembali ke rumah ini, pertemuannya dengan Scarlett hanya terjadi beberapa kali dengan waktu yang sangat singkat. Tanpa perbincangan dan tanpa kontak mata sebab gadis itu yang terus menunduk.

Allison tidak mempermasalahkan itu. Ia mengerti dengan Scarlett yang marah padanya, terutama setelah Jeno menjelaskan semua yang terjadi pada anak itu. Hanya saja ... Ia merindukannya.

Terdengar suara pintu yang diketuk sehingga dengan panik Allison langsung buru-buru merapikan alat riasnya. Ayolah, mempersilahkan Jeno untuk memarahinya bukan berarti wanita itu menanti untuk dimarahi.

Don't be mad! Aku cuma bosen! Ini ngga bikin aku sakitnya ditambah! Auch!” Allison terdiam ketika merasakan rasa nyeri muncul tiba-tiba.

“Bunda,” cicitan lembut yang membuat Allison langsung menatap ke arah pantulan cermin.

Scarlett.

“Kakak?” Meskipun rasa nyeri tersebut belum hilang, Allison segera membalikkan tubuhnya.

“Kenapa kak? Need something?

Demi tuhan, ini adalah pertama kalinya mereka berhadapan dan berbicang, menumbuhkan keinginan besar Allison untuk memeluk erat gadis di hadapannya.

“Ayah kemana?” Tanya Scarlett sambil berjalan pelan mendekati sang bunda.

“Ayah lagi ketemu Uncle Revo near here, he will be here in a short time. Kakak butuh something?” Scarlett menggeleng cepat sebelum kepalanya kembali tertunduk.

“Kenapa kak? Don't lower your head, please?” Tegur Allison membuat Scarlett semakin terdiam.

Come here, Baby.

Have something yo say?” Tanya wanita itu ketika Scarlett sudah berada di dekatnya.

Sorry,” ucap gadis itu dengan suara yang amat kecil.

Louder, pretty. I can not hear you.

I'm sorry,” ulang Scarlett dengan suara yang lebih kencang, “Scarlett ... Scarlett mau minta maaf sama bunda.”

“Kalau mau minta maaf tatap orangnya kak,” tegur Allison membuat Scarlett dengan ragu-ragu menurutinya. Matanya bersinggungan dengan kedua mata Allison membuat Allison dapat melihat kedua mata Scarlett yang mendadak berkaca-kaca ingin menangis.

“Bunda, Scarlett minta maaf karena kemarin udah kasar sama bunda, Scarlett juga minta maaf karena udah benci sama bunda padahal itu bukan salah bunda, Scarlett minta maaf karena udah nyakitin hati bunda, ngga respect sama bunda, dan ngecewain bunda. Scarlett sadar Scarlett salah. Apapun alasan dibalik tindakan Scarlett kemarin ngga bisa jadi pembenaran. I'm sorry for everything I did yesterday.” Scarlett menundukkan kepalanya ketika Allison yang tidak merespon sama sekali dan hanya diam menatapnya.

“Scarlett siap kalau harus dihukum sama bunda, you can hit me, punch me, scold me, or anything. I will do anything you told me to, asalkan bunda maafin Scarlett,” lanjut gadis itu sembari meremat tangannya sendiri dengan erat takut-takut kalau Allison benar-benar akan memukulnya seperti yang dialami oleh teman-temannya di sekolah lama jika melakukan kesalahan.

“Bunda?” panggil Scarlett karena Allison yang benar benar hanya diam menatapnya.

“Sini kak.” Allison kembali memutar tubuh nya menghadap cermin. Menyadari Scarlett hanya diam di tempatnya, Allison pun melirik gadis itu sebentar.

“Tadi katanya mau dihukum? Sini.” Scarlett berjalan mendekati Allison.

Here,” ucap Allison menyerahkan salah satu alat make up nya pada Scarlett membuat gadis itu menatapnya heran.

Finish my make up,” ucap Allison.

“Bun? Scarlett ngga ngerti make up? Scarlett bahkan ngga tau how to use this thing,” ucap Scarlett sembari membolak-balikkan benda bulat di genggamannya.

I don't care. That's your punishment. I want you to turn me to be the prettiest woman in the world. Now, do it.

“Bun, tapi kak—”

No excuse. Do you want me to accept your sorry or not?” Potong Allison membuat Scarlett terkesiap.

How about do your nails? Bunda mau kakak buatin kayak gimana? Udah lama kan kakak ngga bikinin kuku bunda?”

I want make-up. Bukan nails. Do it now or I won't accept your apology,” ucap Allison membuat Scarlett mengerang tertahan.

“Tapi bunda bantu arahin kakak kan?” Tanya Scarlett ragu-ragu sehingga Allison menoleh ke arahnya.

“Ngga lah, gampang banget dong nanti.” Scarlett pun melemas, pasalnya gadis itu datang ke kamar orang tuanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah.

“Bun, tapi kakak ngga ngerti make-up sama sekali ... Scarlett cuma tau yang basic aja kayak liptint and mascara,” ucap Scarlett berharap bundanya memberi keringanan.

“Ada yang namanya youtube, kamu bisa sambil liat youtube.” Mendengar itupun Scarlett langsung tersenyum seakan dirinya telah mendapat pencerahan.

“Scarlett ambil hp dulu ya ke kamar, ngga nyampe 5 menit. Bunda tunggu sebentar oke?” Pinta Scarlett sembari meletakkan alat make up yang ia pegang dan berlari menuju kamarnya.


“Bunda kenapa dipooost? Make upnya diapus aja, Scarlett bikin ulang deh bun ya?” Bujuk Scarlett untuk kesekian kalinya karena Allison yang seakan menutup telinga padanya sedari tadi.

“Bun, hate speech-nya banyak banget, apus aja please. Scarlett bikinin ulang deh yang lebih bagus.” Allison hanya menggeleng sembari tetap menatap layar ponselnya, tidak memedulikan Scarlett yang merengek di sampingnya.

“Buuuun, ap—”

“Apa sih kak? Bagus kok hasilnya, bunda suka,” ucap Allison yang lama lama merasa lelah mendengar rengekkan Scarlett sejak beberapa menit yang lalu.

“Bunda tapi ini reply-nya aja pada bilang menor, kayak badut, mukanya keputihan, aaaaaaaa bunda apus aja ya make upnyaa,” rengek Scarlett setelah kembali melihat banyaknya komentar kebencian yang diberikan oleh orang-orang terhadap hasil make upnya.

“Mana sih kak, ini pada bilang bagus kok, cantiik.” Allison memperlihatkan komentar komentar positif yang ia terima.

“Itu bawahnya bundaa.”

“Ngga ada kaak,” ucap Allison yang sebenarnya ia melihat semua komentar kebencian yang ia terima namun selalu ia hiraukan.

“Aaaaaa bundaaaaa.” Rasa bersalah kepada Allison yang kembali menerima banyak komentar jahat membuat Scarlett mulai menangis.

Baby, why are you crying? Kenapa kaak?” Allison menatap Scarlett sembari mengelus lengan putrinya berusaha menenangkan.

“Bunda apus aja please postingan sama make-upnya,” pinta Scarlett dengan isakan dan menyatukan kedua tangannya berharap Allison menurutinya.

“Apa sih kak ih, bagus tau bunda suka.”

“Tapi kan fail bundaaa, muka bunda jadi putih banget, alisnya tebel, trus eyeshadownya norak. AAAAAAA SCARLETT NGGA DIMAAFIN BUNDA NANTIIIIII!” Teriak Scarlett heboh sendiri dengan air mata yang tidak berhenti keluar.

“Maafin apa sih kaak?” Tanya Allison. Tangannya bergerak menarik Scarlett masuk ke dalam pelukannya.

“Kakak make-upin bunda biar dimaafin, kalau kayak gini pasti kakak malah ngga dimaafin,” ucap Scarlett sambil menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan sang bunda.

“Kakak, I've forgiven you since that day. I am never mad at you. Even if you are not sorry, I still forgive you. Just now, my hand feels so soar, so I ask for your help. Consider as you learn something for today. I'm not lying when I say the result is good. You are not that bad for a newbie. For the lighter part, you could make it a little bit cold so the color will be darker. With the blush on, you can add a bronzer or powder to cover it. Don't need to cry, Kakak,” ucap Allison berusaha menenangkan Scarlett dan berhasil. Gadis itu berhenti menangis.

“Tapi bunda dapet banyak hate speech jadinya ....”

“Tapi bunda tetep dapet komentar bagus jadinya ....” ucap Allison mengikuti gaya bicara Scarlett. Cukup berhasil untuk menimbulkan senyum di wajah gadis itu.

“Tapi bunda tetep dapet hate speech, buun. Kakak beneran ngerasa bersalah jadinya,” tutur Scarlett membuat Allison membuka kembali layar ponselnya dan memperlihatkan replyan postingannya.

Look, ada komentar positif ngga dari five comments you can see here?” Scarlett membaca tulisan yang terpampang dan mengangguk.

“Tapi dari lima cuma ada satu buun.”

“Tapi tetep ada kan?” Scarlett terdiam.

Positive comment walaupun cuma satu juga tetep harus dihargain kak. Lagian kamu musingin hate speech itu cuma wasting time, tinggalin aja. Jadi daripada kita pusingin hate speech, mending kita nikmatin satu komentar positif yang kita dapetin, oke?” Scarlett mendongakkan kepalanya menatap Allison.

“Tapi bunda beneran udah maafin Scarlettkan?” Tanya gadis itu lagi memastikan.

“Udah kakaaak. Bunda lagian udah denger juga what happened to you for these past two years. Ngga mungkin bunda ngga maafin kakak setelah denger itu semua. Are you okay, Sayang?”

Scarlett menundukkan kepalanya.

Just better. At least setelah kakak pindah sekolah dan bunda pulang. Itu udah cukup bikin kaka feels better.” Allison tersenyum.

“Bunda tangan dan rusuknya masih sakit? Maaf udah bikin bunda kayak gini.”

“Sedikit? But it's not that bad because this is the sixth times in my life,” ujar Allison membuat keduanya terkekeh.

“Mumpung kita lagi berdua, ada yang mau diceritain sama bunda?” Gadis itu hanya diam menunduk, memainkan jemarinya mengatakan bahwa dirinya tidak siap untuk menceritakan semuanya kembali.

Dirasakan sapuan tangan pada rambutnya.

It's okay kalau kakak ngga mau cerita sama bunda. But rembember you have me and ayah. You could say anything to both or even just one of us. Ayah sama bunda pasti siapin waktu untuk kakak, Okay?” Scarlett hanya diam menunduk membuat Allison menggerakan tangannya mengangkat kepala gadis itu.

I'm curious how do you look like in school kalau di rumah aja kepalanya ditundukin terus. Can I say something?

Sure.

I miss my Scarlett. You are my Scarlett, tapi bunda kangen sama Scarlett yang percaya diri, Scarlett yang aslinya lebih bawel daripada Aro, Scarlett who always tell what just happened to her or just what she saw. Scarlett yang ngga akan biarin siapapun mandang rendah tentang dirinya.So, is it possible for me to see that Scarlett again?

The brave one slash confident?” Pancing Allison membuat Scarlett berpikir sebentar sebelum tersenyum.

Yes, you can,” ucap Scarlett sembari menegakkan postur tubuhnya dengan kepala yang menatap Allison lurus membuat wanita di hadapannya tersenyum.

That's my daughter. Sini peluk,” ujar Allison membuat Scarlett langsung menghamburkan diri ke dalam pelukannya.

Slowly, darl.

I'm sorry,” ucap Scarlett sambil memberikan cengiran lebar.

“Kakak juga mau bilang sesuatu sama bunda boleh?”

Sure.

I am actually love to be your daughter. Kakak cuma ngga terbiasa dengan ngeliat semua hal tentang bunda di media sejak bunda balik main film makanya kemarin kakak agak sedikit kepancing. But actually I feel so proud to be your daughter. Having a genius superstar mom? No way I wouldn't feel proud about it,” puji Scarlett membuat Allison mengeratkan pelukan keduanya dengan senyuman yang masih terukir cantik di wajahnya hingga ia teringat sesuatu.

“Kak.”

“Ya bunda?”

“Kita beberapa minggu ini udah repotkan ayah, what if we make something special for him?” Scarlett menjauhkan dirinya dari Allison.

Apa?

“Kita masak yang special buat ayah gimana?” Scarlett memanyunkan bibirnya.

“Kakakkan ngga bisa masak bunda.”

“Ya maka sekalian belajar. Mau ya? Atau kakak ada idea lain?” Scarlett terlihat berfikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk.

“Masak aja deh,Bun. Ngga apa apa,” ujarnya sembari terkekeh.

Baru gadis itu ingin lanjut bertanya, sebuah suara sudah lebih dulu mengintrupsi.

“Alli telfon aku ken—ASTAGA ALLISON MUKA KAMU KENAPA GITU BANGET?!”

“AAAAAAA TUHKAN BUNDAAAAAAAAA!!”

“JENO IH!”