Be There For You
CW // TW // Kiss, NSFJ = not safe for jomblo (i think)
Jeno terbangun pukul 8 pagi. Diamatinya isi kamar yang sudah ia tempati selama 2 tahun terakhir itu.
“Happy Birthday, Al,” bisik pria itu tanpa merubah posisinya.
Jeno mengambil ponselnya dan membuka ruang chatnya dengan Allison. Dilihatnya pesan terakhir disana, ucapan ulang tahun untuknya beberapa bulan yang lalu.
Tapi di Texas masih tanggal 24, nanti aja kali ya? Pikirnya sambil kembali meletakkan ponselnya.
Jeno dapat merasakan matanya yang sembab membuat dirinya tidak memiliki niat untuk menjalani harinya.
Ini hari natal, seharusnya ia sudah bersiap pergi ke rumah orang tuanya untuk merayakan natal bersama. Tapi rasanya ia hanya ingin diam di kasurnya seharian.
Jeno mencium aroma masakan dari luar kamar.
Bunda?
Dilangkahkan kakinya ke arah dapur, dan ia dapat melihat seorang gadis disana. Itu bukan bundanya.
“Siapa?” tanya Jeno membuat gadis itu menoleh.
“Good Morning.” Jeno terkejut melihatnya.
“Argasatya,” ucap gadis itu sambil tersenyum manis.
“Ah, kan aku ngeliat kamu lagi walaupun ngga mabuk. Apa aku masih mabuk dikit ya?” Jeno duduk di sofa sambil mengusap wajahnya kasar.
“You okay?” gadis itu menghampiri Jeno dan berdiri bertumpu pada lutut, menyamakan tingginya dengan Jeno.
Jeno mengangguk.
“Gimana aku bisa ngelupain kamu ya kalo aku aja masih ngeliat kamu dalam keadaan ngga mabuk? atau sekarang aku masih dalam efek mabuk semalem ya?” tanya Jeno sambil tertawa kecil.
“No, Jen. It's me, Allison.” Gadis itu menggenggam tangan Jeno, dan mengarahkan wajah pria itu untuk menatapnya.
“I know, kamu Allison.”
“I mean, aku Allison beneran, not your imagination.” Jeno tertawa.
“Ngga mungkin, Allison di Texas, gue di Jakarta, Indonesia. Allison bahkan ngga tau dimana gue tinggal.” Jeno berdiri dan mencoba melepas genggaman tangan mereka.
“Jen, it's me, Allison Andrea. Aku di Jakarta sekarang, ngga di Texas,” ucapnya sambil menarik tangan Jeno menyentuh pipinya.
“How can?”
“I moved here.”
“Bercanda lo, ngaku deh ini Flores lagi cosplaykan?” kalimat Jeno membuat gadis di hadapannya tertawa.
“This is REAL Allison Andrea,” ucap gadis itu sambil mengecup bibir Jeno cepat membuat pria itu mematung.
“Kok diem?” tanya Allison yang bingung karena pria dihadapannya benar-benar mematung, bahkan tidak berkedip.
“Jeno?” “Jen?” “Argasatya?” “Hello?” “Knock knock Argasatya are you there?” Allison mengetuk jidat Jeno pelan membuat pria itu sadar.
“Allison?” tanya Jeno.
“Iya ini Allison Jenoooo.” Allison terdengar mulai kesal karena Jeno yang tidak mempercayai ucapannya.
Allison paham keadaan Jeno yang sepertinya jadi tidak dapat membedakan antara Allison khayalannya dan Allison nyata, namun Jeno yang tidak mempercayai ucapannya tetap membuat gadis itu cukup kesal.
“Allison?” Jeno mengulang ucapannya.
“If you do not trust me, just follow me, I made a soup for us, kamu makan dulu.” Allison menarik Jeno ke meja makan dan mendudukan pria yang sedang linglung itu di sana.
“Makan,” ucap Allison sambil duduk di hadapannya. Jeno menurut dan sesekali melirik gadis di hadapannya.
“Kapan ulang tahun Allison?” Tanya Jeno random membuat Allison heran.
“Suddenly?”
“Jawab aja.”
“25 Desember.”
“Lahir tahun?”
“2000”
“Kapan Jeno lahir?”
“23 April 2000.”
“Jeno anak keberapa?”
“Pertama dari berdua.”
“Adik Jeno perempuan atau laki-laki? namanya siapa?”
Allison tidak menjawab dan memainkan ponselnya.
“Kok ngga jawab? tuhkan kalo kamu Allison Andre—”
“Halo kak Al?” kalimat Jeno terpotong oleh suara dari ponsel Allison. Itu suara Mala, adiknya.
“Mala, what are you doing?”
“Lagi siap-siap mau kerumah bunda. Kak Al nanti kesana juga kan sama abang? Oh iya, udah ketemu abang? Kak Al dimana?”
“Wait, video call, ya?”
“Okay.” Allison menjauhkan ponselnya dan memutar badan, membuat Mala juga dapat melihat Jeno di belakang Allison.
“Mala, aku kesel. He doesn't believe me that I'm Allison! He even gave me such a useless question! Aku harus ngapain biar dia percaya?” Rajuk Allison pada Mala membuat Jeno diam mematung.
“ABAAAAAANG! JANGAN ANEH ANEH IH! KAK AL BALIK KE TEXAS NANTI NANGIS LAGI!” Mala meneriaki sang kakak dengan suara lantang.
“Kamu beneran Allison?” Tanya Jeno sambil menatap gadis itu dan tidak memedulikan Mala yang jadi ikutan kesal.
“Udah percaya kan? Mala aku matiin dulu ya telfonnya, nanti kita ketemu, okay?”
“Okay, kak! Merry Christmas and Happy Birthday kak All!”
“Thank you, Malaa! Merry Christmas jugaa!” Jari Allison bergerak mematikan sambungan telfon itu dan mendongakkan kepalanya untuk melihat Jeno.
Anehnya, ia tidak melihat kehadiran pria itu di depannya, hanya ada mangkuk kosong di sana.
“Oh, shit. Oh, pardon me. Sejak kapan kamu di sini?” tanya Allison yang terkejut karena Jeno tiba tiba ada di sampingnya.
“Kamu beneran Allison?”
“Kamu nanya sekali lagi aku pulang ke Texas,” ucap Allison sambil pura pura berdiri seakan benar-benar akan kembali ke Texas.
“Jangan.” Jeno menahan tubuh Allison yang mau berdiri membuat gadis itu tertawa.
“Aku masih ada dua stock permintaan kan?” tanya Jeno yang sempat mebuat Allison bingung.
“Ah, lomba renang kita itu ya? Iya, masih ada. Kenapa?” tanya Allison.
“Can I hug you?” Allison tertawa mendengar permintaan Jeno.
“You can hug me, kapanpun dan dimanapun kamu mau, Jen.” Allison berdiri dan memeluk Jeno. Pria itu mengeratkan pelukan mereka dan menenggelamkan wajahnya di leher Allison. Tangan Allison bergerak mengelus pungung Jeno.
“Jen? Are you okay?” tanya Allison khawatir karena Jeno yang tidak bergerak sama sekali. Pria itu mengangguk.
“No, you lie. Pusing?” tanya Allison sambil mengangkat kepala Jeno dan menyisir rambut pria itu kebelakang.
“Duduk yuk di sofa.”
“Kamar aku aja ayo.” Jeno menggandeng Allison masuk ke kamarnya dan kembali memeluk wanita itu setelah mereka tiduran di kasur.
Tidak ada percakapan diantara keduanya. Hanya Jeno yang bersandar di dada Allison dan Allison yang mengelus punggung serta kepala Jeno.
“Kamu di sini dari jam berapa?” tanya Jeno.
“Dari kemarin malam, jam 8 malam mungkin?” Jeno menatap Allison heran.
“Jadi semalem beneran kamu? Kamu tidur dimana? Udah makan? Aku ngerepotin ya semalem?” Jeno menyerang Allison dengan pertanyaannya.
“Iya semalem itu aku, Jeno. Aku yang nanya kamu, aku yang meluk kamu, aku yang dengerin kamu ngomong—”
“Kamu liat aku nangis dong?” Jeno melepas pelukan mereka dan menjauhi dirinya dengan Allison, melihat Allison yang mengangguk.
“Ah Al, maluu,” ucap Jeno sambil menyembunyikan wajahnya ke bantal. Allison hanya tertawa melihatnya.
“Aku ingusan ngga semalem? Pasti jelek banget ya?”
“Iya ingusan.”
“AAAAAAAAA ALLISON IH MALUU.” Jeno menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. Tawa Allison terdengar lebih keras, gadis itu berusaha membuka selimut yang menutupi tubuh Jeno.
“Ih, aku bercanda Jeno. Buka selimutnya.”
“Ngga, aku malu.”
“Ihh, I want to hug you, bukaa.” Allison menarik selimut itu dan memeluk Jeno.
“Semalem aku ngomong aneh-aneh ngga?”
“Ngga kok, cuma susunan kalimatnya aja aku agak ngga paham. Tapi aku ngerti kok kamu bilang apa.”
“Aku ngomong apa?”
“You missed me, you want to marry me, and,” Allison merasa sesak mengingat kalimat Jeno semalam. Jeno berniat melepasnya hari ini.
“That's all.” Allison tersenyum.
“Serius? Ah, malu banget.” Allison tertawa.
“Kamu semalem tidur dimana?”
“Disini, kamu ngga ngelepas aku.” Jeno membulatkan matanya.
“Aku ngga macem-macem kan?”
“Ngga kok, tenang aja. Kamu cuma meluk aku.” Jeno membuang nafas lega.
Bagaimanapun semalam ia sedang mabuk, jadi tidak salah jika ia khawatirkan?
“Kamu kok bisa tau alamat ini dan tau passwordnya?”
“Tanya Flores sama Mala. 2325, our birthdate?” Jeno mengangguk.
“Kamu masih contactan sama mereka?”
“Baru sebulan.”
“Kamu sejak kapan sampe di Indo?”
“Kemarin sore.”
“Langsung kesini?” Allison mengangguk.
“Kamu berapa lama di Indonesia? Kok tiba-tiba ke Indonesia?”
“Ngga tau dan ngga tiba-tiba.”
“Maksudnya?”
“I'm planning to stay here, with you. Bulan lalu aku hubungin Mala dan Flores, nanya tentang kamu. Katanya kamu udah punya pacar, tapi tiba-tiba besoknya mereka bilang kamu single.” Allison tertawa pelan.
Ah, setahun terakhir, Jeno memang mengulang kebiasaan buruk lamanya, bermain perempuan. Hampir tiap bulan dia ganti pacar, bahkan tiap minggu, tapi ngga ada satupun dari mereka yang bisa gantiin Allison. Alasan putus? karena setiap mabuk Jeno nyebut nama Allison, atau bahkan Jeno manggil mereka 'Al' yang bikin dia dikira selingkuh.
“Kamu tinggal di penthouse lagi nanti?” Allison mengangguk.
“Kalo aku minta kamu untuk tinggal disini, mau?” Allison menggeleng.
“Kita di Indonesia Jen, Etikanya disini ngga boleh tinggal bareng kalau belum menikah.”
“Marry me then,” ucap Jeno santai.
“What?”
“Kamu semalem denger semua ucapan akukan? Marry me, Al. Oh mungkin kamu ngga mau karena kamu ngerasa aku belum berpenghasilan cukup ya? Kalau gitu kita tunangan dulu. Aku bakal bilang ayah untuk lanjutin perusahaannya dia, ketika aku udah pastiin pendapatan aku udah cukup dan stabil, kita nikah.” Allison terkejut melihat keantusiasan Jeno di setiap katanya. Bahkan posisi saat ini menjadi Jeno yang terduduk dan Allison yang masih tiduran menghadap Jeno dengan tangannya yang digenggam erat pria itu.
“Chill Jeno, aku ngga kemana-mana.” Allison menarik Jeno untuk kembali tiduran dan memeluknya.
“Ngga mau, aku lalai sedikit nanti kamu sama yang lain,” ucap Jeno yang kemudian teringat sesuatu. Pria itu langsung menjauhkan dirinya dari Allison serta melepas genggaman tangan mereka, membuat gadis itu kebingungan.
“Kenapa?”
“Allison maaf, aku baru inget kamu kan pa—”
“Aku sama Louis udah broke up lama, Jeno.” Jeno terdiam.
“Kapan? Kenapa?”
“Kita cuma 10 months I think? Apa udah setahun ya? Lupa. I kept calling him Jen, Jeno, or Argasatya. Awalnya dia fine karena tau tentang kita. Tapi lama-lama dia ngga bisa, so ya.” Jeno tidak menjawab dan hanya menatap Allison.
“Sini peluk lagi.” Allison menarik Jeno namun pria itu menahan dirinya.
“Kenapa?”
“Trus kenapa kamu kesini?” Allison terlihat berpikir.
“Hmm, kenapa ya? Kamu maunya kenapa?”
“Kok nanya aku?”
“Ya ngga apa-apa, ayo ngobrolnya sambil hug aja,” ucap Allison sambil menarik Jeno kencang hingga pria itu jatuh menimpanya. Namun lagi-lagi Jeno menarik dirinya.
“Jawab dulu, Aal. Kamu ngga kesini buat move on dari louis kan?” Allison menggeleng.
“Aku kesini karena ada kerjaan. Jadi bagi tugas, dad urus yang di Texas. Aku urus yang di Jakarta.” Itu memang alasan pertama Allison untuk mengapa gadis itu pindah ke Jakarta. Melihat wajah Jeno yang tiba-tiba murung Allison menambahkan kalimatnya.
“Ya, sama someone has been waiting for me ... maybe.” Dan itu, adalah alasan mengapa Allison yakin untuk tinggal di Indonesia.
“Siapa yang nungguin?”
“Kamu. Jeno Argasatya,” ucap Allison membuat Jeno tersenyum malu.
“Udah ih, stop asking me question. I miss you.” Allison yang tidak sabar pun akhirnya ikut duduk dan memeluk Jeno.
Gadis itu melingkarkan kaki dan tangannya di tubuh Jeno dengan kepalanya yang ia sandarkan di bahu pria itu.
“Tunggu duluu, aku belum selesaai.” Jeno kembali menjauhkan dirinya dengan Allison.
“Apalagi ih? Kamu mau nanya apalagi?” Terlihat raut Allison yang mulai kesal, sedangkan Jeno, pria itu malah senyum-senyum sendiri.
“Setelah putus sama Louis, kamu ngga deket sama siapa lagi gitu?”
“Nggaa.”
“Kamu ada niat balikan sama dia ngga?”
“Nggaa, ah Jeno ayooo mau peluk.” Jeno pun langsung menarik Allison kedalam pelukannya.
“Aaaaa aku kangeeen.”
“Aaaaa aku jugaaa,” balas Allison mengikuti nada Jeno, membuat keduanya tertawa.
“Aku boleh nanya sesuatu ngga?”
“Ck, kamu nanya mulu sih? Ganti occupation jadi reporter?” Jeno tertawa.
“Nggaa, janji ini terakhir.”
“Yaudah apa?” Jeno sedikit merenggangkan pelukan mereka. Diamatinya wajah gadis itu sembari menyisihkan rambut rambut kecil yang menutupi wajah Allison.
“Apaa?”
“Siapa aja yang pernah nyium kamu setelah kita pisah?” Allison mengerutkan alisnya heran.
“Why?”
“Jawab ajaaa.”
“Shaun, Kavinsky, Mike, Austin, sama ofc Louis.”
“Banyak ya,” ucap Jeno pelan namun masih dapat didengar Allison.
“Shaun kan karena mv, Kavinsky and Mike itu movie, Austin mv, Louis used to be my boyfie.” Katakan Jeno cemburu karena pria itu langsung membuang nafasnya kasar setelah mendengar ucapan Allison.
“Where do they kissed you?”
“Cheeks, forehead, lips, ... n-neck?”
“Mereka semua kissed you there?”
“Cuma Kavinsky sama Louis yang di neck.” Okay, kalau Kavinsky mungkin Jeno paham karena itu adalah adegan di film mereka dan ya, Jeno sudah menontonnya, tapi Louis? Apa yang pria itu lakukan pada gadisnya?
“Yaudah.”
“Yaudah apa?” Bukannya menjawab, Jeno malah menghujani wajah Allison dengan kecupan. Mulai dari bibir, mata, pipi, kening, hidung, dagu, leher dan berulang terus seperti itu, tidak ada satu incipun yang tertinggal.
Allison? Gadis itu cuma ketawa-ketawa karena kegelian.
“Yang paling sering dikiss yang mana?” Tanya Jeno.
“Sama siapa?”
“Louis.” Menurut Jeno dia manusia yang paling ngga berkepentingan soalnya.
“Lips and cheeks, why?”
“Kok kamu masih inget?”
“Kan kamu nanya?” Lagi-lagi Jeno menghujani Allison dengan kecupan, kali ini hanya bibir dan pipi, namun ia lakukan berulang kali.
“Selesai.”
“Selesai ngapain?”
“Selesai ngilangin jejak Louis dan lainnya, diganti sama jejaknya Jeno Argasatya.” Allison tertawa mendengarnya.
“Random banget. Bilang aja kamu cuma mau nyium aku,” ucap Allison yang dibalas cengiran oleh Jeno.
Jeno menidurkan dirinya diatas kasur dan menarik Allison, menuntun agar tangan Allison memeluknya. Jeno melingkarkan tangannya di leher gadis itu dan menumpukan kepalanya di atas kepala Allison.
Tidak ada pembicaraan dalam waktu lama, hanya ada pelukan saling melepas rasa rindu.
“Al.”
“Hm?”
“Kamu pulang ke Texas kapan?”
“Kamu mau nya kapan?”
“Kok aku?”
“Kan pulangnya sama kamu, kamu ngga mau ke Texas, aku ngga pulang.”
“Boong banget.” Allison tertawa kecil. Sepertinya Jeno sudah hafal dengan sifatnya yang realistis sehingga pria itu tidak mempercayainya begitu saja.
“Aku serius, Al.”
“Sampai visa aku abis. Abis itu aku harus pulang dulu ke Texas untuk urus kepindahan kesini sebentar, trus aku balik lagi. Yang ini ngga lama sih kita pisahnya, jadi aman.”
“Ngapain balik lagi?” Tanya Jeno membuat Allison mendongakkan kepalanya.
“Kamu ngga mau aku disini? Oke.” Allison langsung beranjak dari tidurnya membuat Jeno panik seketika.
“Ahh, sulky Als,” ucap Jeno sambil kembali memeluk Allison.
“I'm not sulky!”
“Whatever you say.”
“I'm serious!
“Give me the expression,” pinta Jeno yang secara natural Allison mengernyitkan keningnya.
“God! How I can handle a girlfriend like you!” Seru Jeno gemas dan langsung memeluk pinggang Allison erat, menggulingkan tubuh keduanya hingga Allison kini ada diatas tubuh Jeno.
“I'm not your girlfriend,” ujar Allison membuat Jeno melengkungkan bibirnya kebawah.
“Kamu mau aku jadi pacar kamu?” Tanya Allison yang dibalas anggukan.
Melihat Jeno yang sepertiini di bawahnya, membuat wanita itu tidak kuat menahan gemas. Allison bergerak mengecup bibir jeno berulang kali, dan ketika ia lihat Jeno mulai menikmati kecupan yang didapat, ia berhenti.
“Kok berhenti? Lagi.”
“Mauan.” Allison turun dari atas Jeno dan berpindah ke samping pria itu.
“Ya mau lah,” balas Jeno langsung menindih tubuh Allison dan mencium bibir gadis itu lama.
Bugh
“Aw, kok aku dipukul?” tanya Jeno ketika Allison langsung memukul bahunya ketika ciuman mereka terlepas.
Bugh
Bugh
Bugh
“Aaaa Alli sakiit.”
“Slowly!” Seru wanita itu sebal.
“Udah, awas, ngapain masih di atas aku?”
“Mau ciuman.” Jeno yang tadinya ingin mencium bibir gadis itu menjadi hanya mengecupnya karena Allison yang langsung menampar pipinya pelan.
“Al, kamu kok kdrt sih daritadi?”
“Kdrt apaan sih?”
“Keuwuan dalam rumah tangga.”
Cupp
“JENO AKU LAKBAN YA MULUTNYA!” Teriak Allison karena Jeno yang udah kabur keluar kamar barusan setelah mencium Allison, meninggalkan Allison sendiri di sana.
Udah setengah jam Allison nunggu Jeno balik, tapi ngga ada tanda kalau pria itu akan kembali menemaninya di kamar ini sehingga Allison memutuskan untuk keluar kamar.
Allison dapat melihat Jeno yang sedang sibuk di dapur, entah apa yang ia lakukan. Namun Allison melihat dapur pria itu yang menjadi sedikit berantakan.
“Kamu ngapain?” tanya Allison.
“Bikin surprise buat kamu. Jangan disini, masuk kamar.” Jeno menuntun Allison untuk kembali masuk ke kamarnya.
“Kenapaa? Aku mau sama kamu.”
“Ngga, kamu sini aja, jangan keluar, aku mau buatin sesuatu, surprise, special, for birthday girl.” Jeno keluar dari kamar dan menutup pintunya rapat.
Pria itu berjalan menuju dapur dan melanjutkan sesi masaknya yang tertunda.
Krekk
“Ih jangan ngintip, sana kamu tiduran aja.” Jeno bejalan mendekati Allison yang mengintip dan mendorong gadis itu masuk ke kamarnya, memposisikannya agar tertidur di kasur.
“Pintu kamu kok bunyi si kalo di buka?”
“Ngga tau, udah tiduran aja disini. Ngga usah ngapa-ngapain, jangan ngintip. Aku mau bikin surprise.” Jeno kembali berlari ke dapur setelah menutup pintu kamarnya rapat.
Ceklek
“Aaall.” Rengek Jeno sambil menghentakan kakinya kesal. Allison melihatnya hanya tertawa kencang.
“Iya iya, I'm sorry, enjoy your time Argasatya.” Allison menutup pintu kamar itu dan kembali tiduran di kasur Jeno.
Setelah memakan waktu yang cukup lama, Jeno akhirnya dapat tersenyum puas melihat kue buatannya.
Jeno menyempatkan untuk membersihkan dapur dan tangannya sebelum menghampiri Allison yang ada di kamar.
“Als?” Panggil Jeno melihat Allison yang tertidur memunggunginya.
“Kamu tidur?” Allison menoleh.
“Udah selesai?”
“Udah. Ayo bangun tapi kamu tutup mata dulu bentar.” Allison duduk dan menutup matanya. Ia dapat mendengar suara laci yang terbuka dan tertutup.
“Ayo, keluar.” Tangan kiri Jeno digunakan untuk menutup mata Allison sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menuntun Allison berjalan ke luar kamar.
“Duduk.”
“Matanya jangan dibuka dulu bentar.” Allison dapat merasakan Jeno yang berjalan menjauh.
“Kamu kemana?”
“Di depan kamu. Sekarang buka matanya.” Allison membuka kedua matanya. Dilihatnya kue yang mirip seperti tujuh tahun lalu, dan gelang bercorak dengan hiasan mahkota di sebelah kanannya.
“Happy birthday,” ucap Jeno sambil tersenyum.
“Jen?”
“If it's a yes, you can take the bracelet. If it's a no, you can take it too, but get out from my apartment.” Allison tertawa.
“Tapi ini kamu bercanda?”
“No, I'm not. Aku serius.”
“Are you sure?” Jeno mengangguk.
“Aku ngga mau ngelewatin kesempatan. Tapi kalo kamu ngerasa ini kecepetan juga ngga apa-apa.” Allison tidak menjawab. Gadis itu memakai gelangnya dan berdiri membuat Jeno menjadi sedikit panik mengira Allison akan benar-benar keluar dari apartemennya.
Namun ternyata ia salah. Allison berjalan menghampirinya membuat Jeno langsung berdiri secara otomatis.
“Kamu ... mau keluar?” Allison tertawa kecil. Gadis itu mengalungkan tangannya di leher Jeno sebelum akhirnya menyatukan bibir mereka.
“It's a yes.” Mendengar itu Jeno langsung melingkarkan tangannya di pinggang Allison, merapatkan tubuh keduanya dan kembali mencium bibir gadis itu lembut.
“Kamu nangis?” Tanya allison ketika melihat mata Jeno yang berkaca-kaca.
“Aku seneng.” Jeno memeluk Allison erat membuat Allison tersenyum.
“Aku boleh nanya ngga?”
“Nanya apa?”
“Kenapa bracelet?”
“Karena aku belum beli cincinnya, trus kebetulan gelangnya emang buat kamu, kembaran sama aku.” Jeno memperlihatkan tangan kanannya, ada gelang yang sama dengan yang ia berikan kepada Allison barusan, bedanya milik Jeno berwarna hitam, milik Allison warna putih.
“Aku beli pas ke singapore waktu itu, aku langsung keinget kamu pas liat gelangnya, jadi langsung aku beli. Kebetulan juga waktu itu gelang yang kita bikin di festival abis diputusin Jardin.”
“Jardin?”
“Anaknya Renatta sama Flores.”
“Oh yang ngompolin kamu pas kamu gendong?” Jeno merengutkan alisnya.
“Kamu tau darimana?”
“Semalem, kamu cerita.” Jeno melepas pelukannya dan memegang kedua bahu Allison.
“Jujur sama aku, semalem aku ngomong apa aja.” Allison tertawa.
“Udah itu doaang.”
“Aaaaa, kasih tauu.”
“Yang aku bilang tadi, sama kamu cerita Flores Renatta yang punya anak, sisanya ngga perlu dibahas.”
“Kenapa ngga perlu dibahas?”
“Ngga penting. Sekarang aku yang nanya. Kamu berhenti balap?”
“Iya, tau darimana?”
“Semalem kamu bilang.”
“Tuhkan, pasti aku ngomong lebih dari itu.”
“Kenapa berhenti?”
“Aku kecelakaan waktu itu.” Allison yang mendengarnya langsung panik.
“Kok aku ngga tau? Kenapa bisa kecelakaan? Trus sekarang kamu ngga apa-apa?” Tangan Allison bergerak menyentuh wajah Jeno dan memeriksa keadaan pria itu membuat Jeno tertawa.
“Kok ketawa?”
“Itu udah dua tahun lalu, Al. Pertandingan Moto2 pertama dan terakhir aku.”
“Kenapa bisa kecelakaan?”
“Aku ngga fokus. Waktu itu ada lawan aku yang kecelakaan, motornya mental ngarah ke aku, aku ngga fokus jadi kehantam motornya dan aku jadi ngehantam lawan aku yang lain. Sempet masuk rumah sakit 2 atau 3 minggu ya? Tapi udah ngga apa-apa kok sekarang.”
“Kenapa bisa ngga fokus?”
“Itu 3 bulan setelah kamu sama Louis go public. Aku masih kacau-kacaunya. Aku ngga mau bahas masa itu lagi.” Allison langsung memeluk Jeno erat.
“Maaf.” Jeno tertawa pelan.
“Kok maaf?” Tanya Jeno sambil mengecup kening gadis itu.
“Kamu kecelakaan karena bayang-bayang akukan?” Jeno terkejut.
“Serius, semalem aku ngomong apa aja?” Nada bicara jeno menjadi sangat serius. Pria itu khawatir jika semalam ia mengatakan hal yang dapat menyakiti Allison.
“Kamu bilang hari ini bakal jadi hari terakhir kamu ngehubungin aku. Kamu mau berhenti bersaing buat dapetin aku. Kamu mau ngelepas aku. Kamu minta aku berhenti muncul sebagai bayang- bayang di hidup kamu karena kamu capek.” Jeno mengeratkan pelukkan keduanya.
“Ini ngga akan jadi hari terakhir aku hubungin kamu. Aku ngga mau berhenti bersaing, tapi aku emang udah berhenti untuk bersaing dapetin kamu, karena udah jelas sekarang, aku yang menang, dan aku ngga akan ngelepas kamu. Maaf aku udah bilang gitu semalem,” ucap Jeno sembari mengelus punggung Allison.
“It's okay, tapi kamu akan balik balap lagi atau ngga?” Jeno sempat terdiam lama sebelum akhirnya menggeleng.
“Ngga kayaknya. Mungkin aku akan bilang ke ayah untuk setuju lanjutin perusahaan dia. You are mine already, aku ngga perlu khawatir karena takut dijodohin lagi.” Allison mengangguk.
“Trus ini kapan kita mau berangkat kerumah bunda? Tadi aku chatan sama Mala, katanya dia udah nyampe rumah bunda loh.”
“Ah, kita di sini aja mau ngga Al? Aku masih mau berdua sama kamu, pelukan sama kamu. Kita udah tujuh tahun ngga ketemu, kamu ngga kangen aku apa?”
“Ngga. aku udah janjian sama bunda, mau masak bareng.” Jeno langsung memanyunkan bibirnya dan merajuk pada Allison
“Ih, kan, nanti kamu sibuk sama bunda, trus aku dianggurin.”
“Anggur?”
“Bukan anggur buah. Maksudnya kamu pasti ignore aku nanti. Kamu sibuk sama bunda, Mala, oh, Bongshik juga.” Mendengar itu Allison teringat sesuatu.
“Oh iya, kucing kamu kenapa ngga dibawa ke sini?”
“Ngga ada yang urus nanti kalau disini, kalau di rumah sana kan ada bunda sama mba, jadi ada yang liatin. Trus biar bunda ada temen juga katanya, jadi bongshik ngga boleh aku bawa.” Allison mengangguk.
“Yaudah ayo, aku mau main sama kucing kamu lagi, udah lama ngga ketemu.” Allison melepas pelukan mereka dan berjalan menuju koper-kopernya yang ada di dekat tv.
“Aaa, di apart aku aja, ngga usah kesanaa.” Jeno mengikuti Allison dan duduk di belakangnya. Memeluk gadis itu dan meletakkan kepalanya di bahu allison sehingga ia dapat melihat tangan Allison yang membuka kode gembok kopernya.
“Tutup mata.” Jeno menurut.
“Balik badan.”
“Ngga mau.”
“Balik badaan.”
“Ngapaiin?”
“Aku mau ambil baju aku.”
“Ya ambil aja.”
“Ya kamu tutup mata sama balik badan duluu. Kenapa malah dibuka coba matanya?”
“Kalo aku tutup mata nanti kamu tiba-tiba ilang gimana? Emang kenapa sih? Kamu nyimpen barang curian apAW!” pekik Jeno karena Allison mencubit pinggangnya.
“Kan di dalem ada baju dalem aku ih masa harus aku jelasin sih.”
“Kamu waktu itu nge upload foto pake bikini ngga apa apa, lagian aku bentar lagi nikahin kamu, kenapa ngga boleh liat coba.” Allison menyentil kening Jeno hingga memerah.
“Sakit, Aaaal!”
“Pervert! Sana ih, nanti kita ngga berangkat-berangkat.”
“Bagus udah kita disini aja, cuddle, kissing, spending time together on christmas day, just two of us.” Jeno menarik Allison menjadi tiduran di lantai, namun dengan cepat Allison bangkit dan memutar badannya menghadap Jeno, memukul pria itu berkali-kali.
“AW! AL SAKIT!”
“PERVERT! Sejak kapan kamu jadi gini coba?”
“Iya, iya maaf, kamu juga sejak kapan suka mukulin aku coba? sakit banget lagi.” ucap Jeno sambil memegang dadanya yang tadi dipukul Allison.
“Sejak Mala bilang kamu satu-satu kali harus dipukul. Sakit banget emang?”
“Ck, ngga usah main sama Mala deh kamu. Sakit banget tau.”
“Rasain.” Mendengar itu Jeno langsung duduk dan mencuri ciuman kilat di bibir Allison dan berlari kabur sebelum Allison kembali memukulnya.
“PERVERT!!”