“Kakak yang buka pintu, kamu yang bawa hadiahnya.”

“Ihhh ngga mauu!”

“Apaan sih kan kamu yang ngasih ide, ya kamu lah yang bawa!”

“Ngga, pokoknya kakak yang bawa.”

“Ya udah, ngga usah aja sekalian biar kita cuma dapet omelannya ayah.”

“IH!”

“AW! DEK APAAN SIH JAMBAK-JAMBAK KAKAK!?”

“AW! KAK SAKIT!”

“Ta, Dek, kalian daripada berantem mending turun sekarang. Abang mau balik main sama temen,” ucap Jardin sembari menatap kakak-beradik yang malah bertengkar di mobilnya.

“Kamu ngga langsung pulang? Ini udah jam 11 lewat, loh?”

“Tadi aku pamitnya cuma pergi sebentar sama yang lain, soalnya beberapa ada yang berangkat sama aku juga.”

“Pulangnya jam berapa? Pagi?”

“Ya sekarang aja udah 11 lewat, makanya kalian turun sekarang biar abang juga ngga kepagian pulangnya,” jelas Jardin sembari membukakan seatbelt gadis di sampingnya.

“Ya udah, kakak yang turunin barangnya,” ucap Aro dan langsung mengacir turun dari mobil membuat Scarlett mengumpatinya.

“Kamu langsung masuk aja, hadiahnya biar aku yang turunin.”

Lima belas menit ketiganya memencet bel rumah namun belum ada yang membukakan.

Ya, yang dikira mereka Scarlett membawa kunci rumah, namun nyatanya gadis itu melupakannya di meja belajar kamar membuat ketiganya harus menunggu Jeno—yang sepertinya sudah terlelap, membukakan pintu untuk mereka.

Jardin yang awalnya berencana langsung pergi juga akhirnya membatalkan niatnya karena dirasa tidak pantas untuk ia meninggalkan dua anak dibawah umur terkunci di luar rumah sendirian pukul 11 malam.

“Kamu kalau mau pergi, pergi aja, aku sama Aro ngga apa apa kok, bentar lagi pasti ayah bukain,” ucap Scarlett yang dibalas gelengan.

“Ngga, aku tungguin sampai dibukain Om Jeno. Aku ngga mungkin ninggalin kalian berdua di luar rumah sendirian jam segini.”

“Ngga ditungguin yang lain?”

“Aku udah ngabarin, bilang ngga jadi balik kayaknya. Jadi yang tadi berangkat sama aku bisa pulang sama yang lain.”

Bertempatan dengan itu terdengar suara kunci terbuka membuat perbincangan mereka terpotong dan ketiganya langsung bergegas berdiri di depan pintu.

“Astaga, adek, kakak, kemana aja jam segini baru pulang? Ayah telfonin kenapa ngga ada yang aktif handphone-nya? Kalian kenapa ngga ngabarin ayah kalau mau pulang larut malam? Ayah nelfonin orang-orang ngga ada yang tau kalian dimana, ayah hampir lapor polisi tau ngga kalau sampe besok pagi kalian belum pulang juga,” ujar Jeno sembari memeluk kedua anaknya dengan khawatir.

“Kita udah pulang dari 15 menit lalu, tapi ayah ngga bukain pintunya,” sanggah Aro membuat Jeno mengusak wajahnya.

“Maaf ayah tadi ketiduran pas nungguin kalian, tapi kalian ngga kenapa-kenapa kan? Kakak ada yang luka? Aro juga pergi malem-malem jaketnya kenapa ngga dipake? Nanti kalau kamu masuk angin gimana?”

We're fine, ayah. Aro juga baru buka jaketnya pas di mobil Jardin. Maaf kita ngga ngabarin ayah,” balas Scarlett membuat Jeno langsung kembali memeluk kedua anaknya dengan erat.

Scarlett dapat merasakan kekhawatiran sang ayah ketika memeluknya, ditambah lagi ketika pelukan mereka terlepas, Jeno langsung menatap Jardin dengan tajam membuat yang ditatap sedikit memundurkan dirinya.

He knows nothing, Ayah. Tadi Jardin cuma kita telfon buat jemput kakak sama Aro. Kamu tadi katanya udah dicariin mama kamu kan? Pulang aja, ini udah dibukain ayah.” Scarlett berbicara menghadap Jardin sembari mengedipkan kedua matanya.

Jardin yang memang sejak awal sudah terintimidasi dengan kehadiran Jeno mau tidak mau mengangguk meski kenyataannya tidak ada yang mencarinya.

“Om, Jardin pamit pulang dulu ya, mama udah nyariin. Sama ini hadiahnya, Om. Selamat Ulang Tahun,” ucap anak itu sembari menyerahkan kantung belanja dan pergi dari hadapan Jeno.

Mendengar ucapan ulang tahun dari Jardin, Aro maupun Scarlett langsung berusaha menahan tawanya, namun ucapan itu juga berhasil membuat Jeno mempercayai bahwa anak dari temannya itu tidak tau menau mengenai hilangnya dua anak ini mengingat hari ini bukanlah ulang tahun Jeno sehingga kini dirinya tidak terlalu memusingkan permasalahan Jardin, bahkan sepertinya ia harus berterima kasih pada anak itu karena sudah mengembalikan anak-anaknya di tengah malam seperti ini.

“Ini apa?” Tanya Jeno sembari membuka kantong plastik di tangannya.

“Itu kita tadinya mau bikin semacam surprise midnight movie time? Ayah keliatan capek kerja dari kemarin, jadi tadinya kita berniat diam diam masuk, dekor ruang keluarga sebentar, dan bangunin ayah untuk nonton bareng kita jam 12 malem pas.”

“Iya, tapi kakak bodoh malah ninggalin kunci rumah di kamar yang bikin kita harus nunggu ayah bukain pintu dan ngga jadi surprise,” kesal Aro membuat Jeno tertawa.

“Ya udah masuk dulu, movie time-nya besok aja hari sabtu, ayah free. Malem ini kalian istirahat aja, oke? Jangan diulangin ya pergi ngga izinnya,” ucap Jeno yang dibalas anggukan.