Kiera's son (-in-law)
“Kakaak! Adeek!” Panggil Jeno dengan suara lantangnya.
“Di sini!” Suara sahutan terdengar dari lantai atas membuat pria 40 tahun itu langsung bergerak cepat menuju sumber suara.
Ada kedua anaknya di sana, bersama Kiera yang duduk di sofa mengawasi kegiatan keduanya.
“Mama, lagi pada ngapain?”
“Ngeronda.”
“Hush, Adek!” Tegur Scarlett diikuti tepukan halus di pundak sang adik.
“Lagi lama banget datengnya. Dua soal lagi bantuin Aro, Kaaak!”
“Nungguin kamu, Jen. Kebetulan Aro ada PR fisika, dia minta bantuin deh,” ujar Kiera yang dibalas anggukan.
Jeno duduk di hadapan sang putra, menyaksikan bagaimana Scarlett dengan telaten mengajari sang adik untuk menjawab soal.
“Jeno, mama boleh bicara sebentar?” Jeno yang tengah menyahuti sesekali penjelasan Scarlett langsung mendongak.
“Di bawah ya,” ucap wanita itu yang langsung beranjak dari duduknya.
“Adek, Kakak, kalau udah ayah tunggu di bawah ya,” ujar Jeno sebelum mengekor Kiera turun ke lantai satu.
Kiera dan Jeno, keduanya memasuki perpustakaan kecil milik Kiera. Pemilihan ruangan yang terbilang privat membuat Jeno merasakan bahwa ada topik serius yang ingin Kiera bicarakan padanya.
“Duduk, Jen,” ucap Kiera mempersilahkan.
Tidak ada yang memulia pembicaraan. Jeno yang tengah berdebar menanti apa yang akan dikatakan sang mertua dan Kiera yang hanya diam beberapa waktu memperhatikan menantunya yang tengah menunduk sejak mereka masuk ke ruangan ini.
“Capek ya harus ngimbangin kerjaan dan ngurus dua anak sendirian di rumah?” Tanya wanita itu membuat Jeno terkejut dan menatap Kiera.
Kiera tau?
“Axel told me, Allison pergi ke Bandera dan awalnya kalian ngga ada yang tau. Waktu kamu tiba-tiba ke sini, mama ngga curiga. Tapi pas kamu tiba-tiba cukup sering nitipin anak-anak ke sini, mama jadi sadar kalau Allison ngga ada. Biasanya kamu sama Allison tuker-tukeran aja kan buat jagian Scarlett dan Aro? Atau seenggaknya Allison yang ngomong langsung ke mama kalau anak-anak mau ke sini. Eh, trus pas banget Axel keceplosan bilang Allison di Bandera. Tangan sama rusuknya pake patah segala lagi.”
“Dua minggu? Tiga?”
“Dua. Hampir tiga,” sahut Jeno sebelum kembali terdiam.
“Jeno minta maaf karena ngga ngomong apa-apa ke mama. Jeno ngga mau bikin panik semuanya pas Al ngga ada kabar kemarin.”
“Anak-anak tau Allison di Texas?”
“Scarlett tau. Aro, Jeno ngga ngomong. Jeno juga ngelarang Axel sama Scarlett kasih tau Aro. Dia terlalu deket sama Allison, Jeno takut Aro malah kepikiran karena kita ngga ada yang bisa kontak Allison.”
“Tapi malah jadinya kamu yang kepikiran kan?”
Suara pintu diketuk, menginterupsi perbincangan keduanya.
Pelayan Kiera muncul dengan satu cangkir teh dan meletakkannya di hadapan Jeno sebelum pamit ke luar.
“Diminum. Tehnya bagus buat kesehatan, apalagi kalau lagi lelah. Kamu keliatan pucet dari hari ke hari. Makin kurus juga. Allison bisa ngamuk liat kamu gini,” ujar Kiera membuat Jeno sedikit tersenyum dan mulai meminum teh tersebut.
“Udah ada update tentang Allison?” Tanya Kiera.
Jeno meletakkan cangkirnya kembali, “Axel bilang kepulangan Allison harus ditunda seminggu. Anaknya keras kepala, belum sembuh tapi ngerasa kayak udah, jadinya sama dokter malah jadi ngga boleh ngapa ngapain dan harus check-up lagi minggu depan.”
“Allison tuh, Ih! Ngga bisa dibilangin kalau masalah kesehatan. Udah patah tulang berkali-kali masih ngga kapok. Trus kamu sama anak-anak gimana selama Allison ngga ada?”
“Hektik sedikit,” ucap Jeno dengan cengiran halusnya.
Kiera menatap Jeno sedikit prihatin. Sebenarnya ada keinginan untuk ia menasihati atau bahkan memberikan saran yang sekiranya dapat membantu. Namun, ia sadar jika dirinya tidak pernah mengalami alur rumah tangga yang cukup panjang untuk dapat memberi nasihat yang tepat.
“Mama ngga pernah alamin masalah keluarga kayak kalian, tapi mama yakin kamu bisa selesain semuanya pelan-pelan. Apapun yang terjadi antara kamu sama Allison sebelum dia pergi atau Allison dan anak-anak sebelum dia pergi, mama harap kalian bisa selesain itu baik-baik ketika dia pulang. Sekarang, kamu fokus aja ke anak-anak. Ngga perlu khawatirin Allison karena dia sama daddy-nya. Axel selalu tepatin omongannya, dia selalu tau yang terbaik untuk semua orang. Kalau dia bilang dia akan pulangin Allison lagi ke kamu, berarti dia akan bener-bener lakuin itu cepat atau lambat. Allison flies back to Texas because she needs her dad, and so do the kids. They also need their dad.“
“Tapi kalau kamu kualahan, Kalian bisa di sini aja, loh? Jadi kamu bisa fokus kerja, ngga usah terlalu mikirin anak-anak karena di sini ada mama, servant dan chef. Scarlett sama Aro juga jadi ngga perlu nungguin kamu pulang kantor sendirian lama-lama, kamu pun jadi ngga perlu khawatir ninggalin mereka kerja sampai malam,” tawar Kiera yang sebenarnya cukup menggoda Jeno.
“Ngga usah, Ma. Nanti Jeno ngerepotin. Lagian sekarang Jeno udah ngga sesibuk itu kok. Kemarin itu karena di kantor ada masalah yang bikin Jeno harus lembur, makanya anak-anak Jeno titip ke sini.”
“Udah ngga sesibuk itu tapi kamu pulangnya masih jam segini?” Tanya Kiera membuat Jeno terdiam.
“Lagian ngga ada yang direpotin, Jen. Mama malah seneng kalau kalian di sini, mama jadi ngga sendirian lagi. Gimana?”
“Nanti mungkin Jeno pikirin lagi ya, Ma. Jeno juga harus tanya dulu pendapat anak-anak gimana.” Kiera mengangguk mengerti.
“Ya udah, mama cuma mau ngomong itu. Kamu jaga kesehatan kalau gitu, jangan sampai sakit. Kasian Aro dan Scarlett kalau sampai ayahnya malah sakit nanti. Kalau jadi mau nginep disini, langsung dateng aja. Kamar kalian selalu dibersihin, jadi bisa langsung tidur,” ujar Kiera sebagai penutup perbincangan mereka malam ini.
“Ngomongin apa sih?! Lama banget?! Aro ngantuk tau mau pulang!”
“Cih, ngantuk apa? Adek kalo kangen atau khawatir sama ayah ngomong aja kali, ngga usah tantrum.”
“KAKAK BERISIIK!!”