Night With Ayah
“So?” Tanya Scarlett dan Aro bersamaan.
Aro? Iya Aro, tadi setelah perbincangan Scarlett dengan Jeno, gadis itu tiba-tiba ingin mendengar cerita tentang hubungan orang tuanya dulu. Ia penasaran kenapa sang ayah sangat tergila-gila dengan bundanya.
Kemudian ketika Scarlett sedang mempersiapkan tempat dan perlengkapan agar dapat mendengar cerita panjang sang ayah dengan menarik, Aro tiba-tiba datang dan penasaran dengan apa yang akan kakaknya lakukan, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk ikut bergabung dengan ayah dan kakaknya.
“Penasaran banget?” Tanya Jeno sembari duduk di atas kasur bersama anak-anaknya.
“Banget!” Kakak beradik itu menjawab serentak.
“Tapi ini bisa lama banget loh? Sekarang aja udah jam 12.” Jeno menunjukkan jam yang ada di ponselnya.
“Ngga apa-apa ayah makanya cepetan cerita,” ucap Scarlett tidak sabaran.
“Oke, jadiiii ....” Jeno menggantungkan kata katanya, menggoda dua anak itu.
“Jadi apa? Jadi apa ayaaaaaah?”
“Nungguin ya?” Scarlett yang tadinya duduk dengan siap pun langsung membuang posisi nyamannya itu dan merajuk membuat Jeno tertawa.
“Oke oke, beneran. Jadi ....” Jeno pun memulai kisah panjangnya, tidak ada yang di kurang-kurangi ataupun dilebih-lebihkan, mulai dari dirinya bertemu dengan Allison sampai keduanya berpisah dan bertemu kembali tujuh tahun setelahnya.
“Emang bunda Aro paling kece,” ucap Aro sesaat Jeno menyeleasaikan ceritanya.
“Bunda Scarlett juga!” Seru Scarlett membuat kakak beradik itu saling bertatapan sengit. Scarlett pun memutuskan tatapan itu dan kembali fokus pada sang ayah di hadapannya.
“Tapi ayah kan udah sama bunda selama itu, ayah atau bunda pernah ngga sih ngerasa jenuh satu sama lain gitu? atau ngerasa udah ngga sayang.” Jeno terlihat berfikir sebelum menggeleng.
“Kalau ayah sih ngga pernah, tapi kalau bunda, ayah ngga tau.”
“Oh ya? Kok bisa? Maksud kakak, doesn't it imposible to be in love with the same person for years? Pasti ada bosennya dong? Atau ngga rasa sayangnya berkurang sedikit pasti ada kan?” Tanya Scarlett membuat Jeno memiringkan kepalanya sedikit.
“Why do you think it's impossible?“
“Karena manusia punya rasa bosen?” Sambung Aro yang ikut penasaran.
“So one day, kakak sama Aro bakal bosen sama ayah sama bunda trus udah ngga sayang lagi sama kita?”
“Kok tiba tiba gitu? Ngga dong, ayah sama bunda kan orang tua kita pasti kita sayang terus dan ngga akan bosen.”
“Kenapa ngga akan bosen? Kan senin ke senin, pagi, siang, sore, malem, sama ayah sama bunda terus seringnya.”
“Ya kan terbiasa, kakak sama Aro udah terbiasa bareng ayah bunda.”
“Yaudah, ayah juga sama. Ayah udah terbiasa sama bunda. Lagian kalian bisa bertahan sama orang tua kalian bertahun tahun kenapa kalian ngga bisa lakuin itu sama pasangan kalian? If you ask me do I still love my parents, I will say I do. I love them since 42 years ago, and still going on. So, If I can do that to my parent, why I can't do that to my partner?“
“Ya tapi kan, pasti ada dong hal-hal, kekurangan-kekurangan yang bikin rasa sayang ayah berkurang?” Tanya Scarlett yang masih berusaha mendebat.
“Eyang sama eyang uti juga punya kekurangan, but it doesn't change how I felt to them.“
“Iya tapi itu kan orang tua ayah, you love them because they were able to make you exist and be successful like now pasti hal hal itu yang bikin ayah inget untuk selalu love both of your parents. Tapi bunda kan istilahnya 'stranger'—”
“But bunda is the one who able to makes both of you exist in this world, and she help me with everything. Gimana perasaan ayah bisa berubah?” Potong Jeno membuat Scarlett langsung menutup wajahnya dengan bantal, kesal gagal mendebat sang ayah kedua kalinya hari ini.
“Tapi ayah pernah kepikiran punya perempuan lain ngga selain bunda?” Tanya Aro yang mendapat senggolan siku dari sang kakak.
“Ngga, ayah ngga pernah kepikiran. Sengga enak apapun pernikahan ayah sama bunda, ayah ngga pernah kepikiran untuk punya perempuan lain.”
“Why?“
“Ayah nikahin bunda it means ayah udah terima semua hal yang akan terjadi pada bunda, pada hubungan pernikahan kita nantinya, semua hal terbaik dan terburuknya, ayah udah terima itu. Kalau tiba-tiba ayah milih buat punya perempuan lain karena ada hal buruk yang terjadi di pernikahan kita, itu namanya ayah ngga tanggung jawab atas pilihan ayah sendiri. Lagian ayah juga cukup waras dan sadar kalau kita cuma butuh nikah sama satu wanita. Everyone has a feeling, I don't want to be a second in my partner life, then I can't make anyone to be.“
“Kok gitu? Bukannya selama ayah masih nafkahin bunda itu ngga apa-apa ya?” Tanya Aro yang dibalas gelengan oleh Jeno.
“Tanggung jawab itu bukan sebatas nafkahin bunda, tapi semua hal tentang bunda dari A sampai Z, dari yang kita liat sampai ngga, menurut ayah itu udah jadi tanggung jawab ayah sejak kita nikah.
Ayah udah nekenin diri ayah sendiri sejak awal kalau ayah hanya akan mempunyai satu pasangan hidup dalam seumur hidup ayah. Selagi ngga ada hal yang mengancam nyawa salah satu dari kalian bertiga, bunda akan selalu jadi orang pertama dan terakhir yang ayah nikahi.”
“Aaaaaw so sweeet,” ucap kakak beradik itu serentak.
“Fix kakak kalau nyari jodoh harus yang kayak ayah, tapi bukan 100% kayak ayah, 70% aja cukup.” Jeno mengernyitkan alisnya.
“Kenapa gitu?”
“Kalau berdasarkan yang Scarlett alami dan berdasarkan dari cerita ayah barusan, ayah itu 70% so sweet, oke banget lah, 20% malu-maluin, lebay, 10% nyusahin. Jadi 70% aja.” Jeno mendengus kesal mendengarnya.
“Kalau Aro mah ngga mau jadi kayak ayah.” Jeno menatap Aro malas.
“Kalau cuma mau ngeroasting ayah diem deh, kita lagi akur malem ini.”
“Nyenyenyenye.”
Plak
“Aw! Sakit kak!”
“Kamu kebiasaan deh ngga sopan.” Yang ditegur hanya mengelus bahunya karena kesakitan.
“Trus yah, kakak penasaran, favorite moment ayah sama bunda itu apa?” Jeno terlihat berpikir sebentar.
“Apa ya? We've been through a lot of things together sih ayah jadi bingung kalau ditanya kayak gini. Tapi kayaknya kalau dipikir-pikir, favorite moment ayah itu the night sebelum ayah pulang dari Texas untuk pertama kali.” Aro mengernyitkan keningnya.
“Bukan pas nikah sama bunda?”
“Itu yang ketiga.”
“Loh? Kok langsung tiga? Kedua apa?”
“Pas kita ketemu lagi setelah tujuh tahun kepisah. I thought we wouldn't see each other anymore, and I can't even describe how I love that moment if you ask me. Rasanya kayak mimpi.”
“Kalau gitu kenapa pulang dari Texas jadi yang terfavorit?” Senyum Jeno semakin lebar ketika mengingat kembali moment itu.
“Karena malam itu for the first time we talk about 'us'. Malam itu kita akhirnya mutusin mau gimana hubungan kita selanjutnya, and we agree to wait for 5 to 6 years and I'll purpose her, in Texas. Trus yang bikin paling palingnya karena itu moment pertama kali bunda being so clingy to me sampai akhirnya we slept together, setelah diizinin grandpa officially, karena bunda yang ngga mau kita pisah.”
“Emang sebelumnya bunda ngga clingy?”
“Ayah cerita segitu panjang kalian masih ngira bunda orangnya clingy?” Tanya Jeno datar membuat kedua anaknya tertawa.
“Trus, what is your happiest moment with her?“
“Semua.”
“Every second that I spent with her is my happiest moment ever. Seeing her next to me, realizing that she is mine, totally mine. I'm happy,” ucap Jeno membuat anak-anaknya terdiam.
Kalimat yang dilontarkan sang ayah sejak tadi, dan juga situasi keluarga mereka saat ini membuat Aro maupun Scarlett sadar bahwa ayahnya tidak merasa bahagia, itu yang kedua anak itu sadari.
Scarlett berdeham memecahkan keheningan yang tiba tiba terjadi.
“How does it feels for having me and Aro in your life? Ayah and bunda's life.” Tidak nyambung, namun hanya pertanyaan itu yang lewat di kepala Scarlett ketika memikirkan kalimat apa yang bisa mencairkan suasana ini kembali.
“Feels unreal. Like I said, I'm happy. Having bunda, kakak, and Aro in my life is the things I have never imagined before.“
“Bahkan Aro yang tengil gini ayah seneng?” Potong Scarlett yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh adiknya.
“Tengil tengil gitu juga Aro sayangkan sama ayah?” Tanya Jeno sembari menatap Aro yang menatapnya datar.
“Pede banget,” ucap anak itu malas membuat Jeno tertawa.
“Ya pokoknya I'm happy. Bahkan dulu pas awal awal, sebelum tidur ayah suka mikir kayak is it even real? Or is it just my dream? Karena seeing bunda sleeping next to me, kakak yang dulu kalau tidur masih harus sama ayah sama bunda, so you sleep in the middle of us, and Aro yang waktu itu tidur di box bayinya. That's feels so unreal for me, I always dreamt to have a happiest future with my family, but I've never thought it could be this happy. Everything feels like a dream.
But if it turns out everything is just a dream, then please let me sleep forever. That's what I thought at the moment.” Scarlett dan Aro terdiam mendengarnya. Secara perlahan, Scarlett mendekati Jeno dan memeluknya.
“Aaaaaa ayah, sooo sweeeeet,” ucap Scarlett sembari mengayunkan pelukannya dengan Jeno membuat Jeno tertawa.
“Aro ngga mau peluk juga?” Tanya Jeno sembari menatap anak laki-lakinya yang sedang melotot ke arahnya entah kenapa.
“Pelukan Aro cuma buat bunda.”
“Bilang aja gengsi,” ucap Scarlett sembari melepas pelukannya dan duduk di samping sang ayah.
“Aro ngga gengsi, kakak ngga usah sok tau,” ucap Aro dengan nafas memburu.
“Yaudah kalau ngga mau peluk ngga apa apa, tapi ngeliatin ayahnya biasa aja kali ngga usah melotot gitu, matanya udah merah tuh.” Aro mengerjapkan matanya.
“Udah kan? Udah jam dua, tidur yuk? besok Aro sekolah.” Mendengar itu Aro pun langsung mengerang malas sembari menjatuhkan tubuhnya menjadi telentang di atas kasur.
“Ah males sekolaaaaaaaah. Ngga mau sekolaaaahh.” Jeno mengangguk mendengarnya.
“Yaudah ngga usah sekolah,” ucap Jeno membuat Aro langsung bangun dari posisinya dengan semangat.
“BOLEH?!”
“Boleh, tapi ikut ayah kerja, iya ngga, kak?” Scarlett tertawa mendengarnya. Gadis itu sudah mengetahui cerita mentraumakan milik Aro yang harus ikut sang ayah kerja waktu itu, kisah yang lucu baginya.
“Ah kenapa Aro ngga boleh bolos sih, yah? Capeeek Aro capeeeeeeekkkk,” ucap Aro dengan berlebihan.
“Yaudah mau jalan-jalan?” Tawar Jeno membuat kedua anaknya menatap kearahnya.
“Kapan?”
“Besok, kan kita lagi ngomongin besok.” Scarlett dan Aro langsung bertatapan dengan wajah bahagia yang tidak bisa mereka tahan.
“Boleh?” Jeno mengangguk sembari mengusap rambut si penanya.
“Boleh aja, mau yang deket deket atau jauh? Biar sekalian sama weekend?”
“JAUH!!!!!” Seru kedua anak itu serentak membuat Jeno tertawa.
“Se engga suka itu ya kalian sekolah?” Tanya Jeno yang dibalas gelengan oleh Aro.
“Bukan ngga suka ayah, but sometimes i feel so tired gitu, kali ini bukan karena Aro ngga ngerjain tugas kok, tapi kayak ya pure capek, feels like I just want to get away from school stuff. But I promise, setelah itu Aro rajin lagi kok,” jelas Aro diakhiri cengiran. Jeno pun hanya menatap kedua anaknya sembari tersenyum.
“Sabar yaa, Aro lima tahun lagi masa sekolahnya selesai, kakak satu setengah tahun lagi ya berarti?” Scarlett mengangguk.
“Nanti abis masa wajib sekolah kalian selesai, kalian bebas kok milih mau ngapain. Selagi ngga diem tiduran di kamar atau main game di rumah, ayah sama bunda pasti bolehin.”
“Kalau abis lulus sekolah mau nikah boleh dong?” Tanya Aro berniat menggoda kakaknya, namun sepertinya ia lupa jika kini ia sedang bertanya kepada siapa.
“Sekolah belum selesai udah nanya boleh nikah apa ngga. Emang kamu udah bisa ngasih makan anak orang?”
“Ya belum sih, tapi kalau kita yang dibiayain sama orang kan bisa? Kayak kakak gitu kan kakak nanti dibiayain, bukan ngebiayain.”
“Nikah kan ngga cuma masalah duit doang, Aro. Tapi masalah mental udah siap atau belum. Nikah ngga sebatas nikah punya anak trus selesai, ada banyak yang diurus,” ucap Scarlett yang kesal karena sadar jika adiknya sedang menggodanya saat ini perihal chatnya dengan Jardin kemarin.
“Nah, bener. Kakak kok pinter sih?” Tanya Jeno membuat Scarlett memasang muka masamnya.
“Ayah please deh, kakak sekarang udah dua SMA, ya kali gitu aja ngga ngerti.”
“Kakak kok udah SMA sih? Balik jadi bayi lagi aja mau ngga? Kita main ayam-ayaman lagi. Ayah ngga rela kalau harus liat kakak sama cowo lain selain ayah sama Aro.”
“Dih kalau kakak balik jadi bayi lagi Aro ngga ada dong? Curang, mana bisa gitu? Trus ayah lebay deh, ya kali kakak harus menjomblo sampai tua, Aro kan mau punya abaaaaaang.”
“Abang kan udah ada Jardin, ngapain kamu nyari abang lagi?”
Teng!
Jawaban yang benar, namun ditujukan kepada orang yang salah.
“Oh ayah udah ngerestuin kakak sama abang nih ceritanya?”
“Ngga gitu, tapi—”
“Tapi?” Aro menaik turunkan alisnya membuat Jeno berpikir alasan apa yang harus ia keluarkan, namun hasil akhirnya, tidak ada.
“Ck, tau lah udah sana kalian tidur.”
“Ooow kamu ketauan,” goda Aro membuat Jeno menatapnya kesal.
“Ck, udah tidur tidur, pagi sekolah.”
“Dih katanya jalan jalan?”
“Ngga jadi, kamu ngeselin. Kerja kan ngga harus ke kantor.”
“AH, ARO KAAAAAN!
“DIH AYAH AJA BAPERAAAN!”
“Kan, dikatain baperan. Fix besok ngga jadi.”
“ARO IH KAMU TUH KALAU NGOMONG SAMA AYAH BISA NGGA SIH DIFILTER DIKIT GITUU,”
“YAUDAH MAAF.”
“YANG BENER.”
“Ayah Jeno ku tersayang dan tercinta, Aro memohon maaf kepadamu ya ayah atas semua ucapan Aro yang kata kakak ngga bisa difilter, sehabis ini Aro akan semakin tidak memfilter ucapan Aro la—AWW SAKIT KAKK KOK NYUBIT SIH?!”
“Kak jangan nyubit nyubit.”
“AKHIRNYA KAKAK KENA TEGUR AYAH!”
“BERISIK!”
“Udah ih kalian, bubar bubar,” ucap Jeno sambil ingin beranjak dari duduknya namun ditahan oleh Scarlett.
“Tidur disini aja boleh ngga yah? Kakak masih mau denger ceritanya lagi.”
“Boleh aja, tapi mau cerita apa lagii? Kan tadi udah ayah ceritain semua.”
“Tentang bunda sama uncle Flores beloooooom,” ucap Aro yang kini sudah masuk ke dalam selimut.
“Sama uncle Louis jugaaa.”
“Kalau itu tanya bundanya langsung deh, ayah kurang ngikutin.”
“Dih gitu. Tapi ya kak, coba bayangin deh semisal bunda jadinya sama uncle Flores bukan ayah, pasti seru banget. Kita jadinya tiga bersaudara, abang, kakak, Aro. Pasti seru.” Mendengar itu Jeno hanya menatap Aro malas.
“Oh jadi mau jadi anaknya uncle Flores aja? Oke, besok ayah coret kamu dari kk, trus ayah pindahin ke kknya uncle Flores, kalau uncle Flo mau. Kalau uncle Flores ngga mau ya udah berarti kamu punya kk sendiri, biayain hidup sendiri, bia—”
“SSSSHHHHHH CUKUP AYAH CUKUP. Aro cuma mau denger cerita seru, bukan cerita horror,” ucap Aro memotong kalimat Jeno.
“Tapi ya, misal nih MISAL, bunda jadinya sama Uncle Louis, Aro pasti bakal pamerin ke seluruh dunia kalau Aro punya ayah seganteng dan seberbakat dia.”
“Kamu emang pernah ketemu sama Uncle Louis?” Aro mengangguk.
“Dulukan pas kita ke New York buat ketemu Uncle Jo sama Aunty Pris, kita ketemu Uncle Louis sama temen temen bunda yang lain. Kakak sama ayah diajakin ngga mau.”
“Kok ayah ngga tau?”
“Ngga meratiin kali. Ayahkan suka gitu bunda ngomong tapi pikirannya ayah lagi kemana.”
“Atau ya kak, misal bunda jadinya sama uncle Flores, kakak ngga bisa pacaran sama abang dong?”
“Emang kakak pacaran sama Jardin?”
“NGGA” “IYA”
“IYA YAH IYA MEREKA PACARAN KALAU CHATTINGAN MUMUMU SAYANG UDAH MAKAN BELUM LAGI APA AKU SAYANG BANGET SAMA KAMUU AKU NGGA BISA HIDUP TANPA KAMU I LOVE YOU BABE!”
“MANA ADA ARO IH! ARO BOONG YAH! Bunda aja ngga ngebolehin kakak pacaran sama Jardin.” Seru Scarlett tidak kalah heboh dari Aro. Jeno hanya bisa memegang keningnya karena harus mendengar perdebatan kedua anaknya lagi.
“Ya ya ayah percaya sama kakak. Tapi kalau boleh tau bunda kenapa ngga bolehin kakak pacaran sama Jardin?” Tanya Jeno membuat Scarlett berpikir.
“Kalau ngga salah waktu itu bilangnya karena kakak masih 16 tahun, harus nunggu sampai kakak bener bener paham tentang banyak hal dulu baru boleh. Jadinya kita cuma boleh sebatas adik-kakak aja.” Jeno mengangguk mengerti.
“Emang kenapa deh, yah? Jardin juga setuju-setuju aja lagi dibilang gitu sama bunda.”
“Oh? Jardin nurut?” Scarlett mengangguk.
“Dia beneran treat kakak jadi kayak adeknya kadang-kadang.”
“Ayah tau ngga sih kakak sama abang pernah berantem karena kakak yang bolak balik minta mereka pacaran?” Jeno melotot mendengar ucapan Aro, sedangkan yang jadi bahan omongan langsung menggeleng dengan panik.
“Ngga yah ngga. Aro bohong. Kakak ngga pernah berantem karena itu sama Jardin.”
“Trus berantemnya karena apa?”
“Karena Abang yang janji ngajak kakak pergi tapi tiba tiba dibatalin karena temen perempuannya abang minta tolong pasangin lampu teras. Cantik tau yah temennya abang. Seleb.”
“ARO IH MULUTNYA DI REM SEDIKIT KENAPA!” Seru Scarlett yang membuat perdebatan keduanya berlangsung menjadi sangat panjang.
“Kak, Aro, ributnya udahan yuk? Udah malem,” ucap Jeno sembari mengusap keningnya, pusing menyaksikan perdebatan anaknya sejak tadi.
“Ya Aro duluan yaah tadi!”
“Dih kok Aro? Aro kan cuma ngasih tau faktanya aja!”
“Fakta apaan orang kamu lebay lebayin.”
“Mana ada? Orangjwkflxmehfkapdh AYAH APAAN SIIIHHHH!” Kesal Aro setelah mengeluarkan gumpalan kertas yang dimasukan kemulutnya oleh sang ayah ketika ia berbicara.
“Makanya diem ih, ayah pusing dengernya kalian dari tadi berantem ngga kelar. Baikan.”
“NGGA!” Seru keduanya serentak.
“Kaak, Arooo.”
“Aro ngeselin.”
“Kakak nyubit nyubit Aro.” Jeno menghela nafasnya melihat kedua anaknya yang kini saling memunggungi dihadapannya.
Biasanya disituasi seperti ini, Allison lah yang menjadi penengah. Ucapan wanitanya yang tidak dapat terbantah selalu membuat situasi tenang lebih cepat. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang terkadang malah ikut masuk ke dalam pertengkaran kedua anaknya.
“Dua duanya maaf maafan. Cepet.”
“Kakak duluan lah yang minta maaf.”
“Aro duluan lah, orang dia yang mulai.”
“Maaf maafan sekarang atau mulai besok ayah ngga kasih duit jajan lagi.”
“Kak maafin Aro ya Aro emang salah udah ngelebih lebihin faktanya,” ucap Aro cepat sembari memeluk Scarlett membuat yang dipeluk merotasikan matanya.
“Kakak juga minta maaf sama adeknya dari tadi nyubit nyubit sama mukulin Aro.” Mendengar itu Scarlett pun langsung tersenyum masam sembari membalas pelukan sang adik.
“Maaf ya Aro, tadi kakak mukul sama nyubit,” ucap gadis itu sembari mengusap (re: memukul) punggung adiknya.
“Udahkan? Udah jam tiga, yuk tidur. Jadi mau tidur disini apa gimana?”
“JADI DI SINIII!!!”
“Kakak toa.”
“Ih kan! Ayah, Aro duluaaan!” Adu Scarlett membuat Jeno hanya menghela nafas lelah.
“Ayah matiin lampunya dulu.” Jeno beranjak dari duduknya dan mematikan lampu.
Namun baru beberapa detik lampu dimatikan, suara dua anak yang sedang bertengkar namun berbisik kembali terdengar.
“Aro apaan sih ih.”
“Aro kan mau tidur di sebelah kakak.”
“Ngga mau. Kamu kalau tidur suka nendang.”
“Ngga nendang elah, Aro diem.”
“Tetep ngga mau, awas.”
“Ngga, apaan sih.”
“Kamu apaan sih.”
“Apaan sih. Minggir.”
“Ngga.”
“Minggir. Jangan peluk-peluk.”
“Ngga. Mau peluk.”
“Minggiiiiiir.”
“Nggaaaaa.”
Brukk
“AW! AYAAAAAH KAKAK DITENDANG ARO!” Jeno pun kembali menyalakan lampunya dan melihat keadaan kasurnya yang entah bagaimana tiba tiba menjadi sangat berantakan dengan Scarlett yang kini sudah terjatuh di lantai.
“ARO NGGA SENGAJA YAH SUMPAH ARO TADI LAGI RENGGANGIN BADAN TRUS NGGA SENGAJA NGEDORONG KAKAK SUMPAH YANG INI ARO NGGA BOONG!” Jeno mengusap wajahnya kasar melihat kekacauan yang terjadi di kamarnya saat ini.
“Kakak ngga apa apa?” tanya Jeno sembari membantu putrinya berdiri. Gadis itu mengangguk.
“Kakak ngga mau tidur di sebelah Aro ih! Awas!” ucap Scarlett sembari kembali mengusir adiknya
“Aro ngga nendang ih janjiii.”
“Ayaaaaah.” Scarlett pun kembali mengadu kepada Jeno membuat pria dewasa itu lagi-lagi hanya bisa menghela nafasnya.
“Kakak di kanan, Aro kiri, ayah tengah.”
“IH MAU—”
“Diem. Tidur.” Tegas Jeno membuat Aro mau tidak mau menurut dengan bibir yang dimanyunkan.
Oh jika kalian kira ketegasan Jeno adalah akhir dari malam mereka saat ini sepertinya kalian salah. Pasalnya dengan mata yang terpejam, kini Jeno merasakan ada kaki yang saling menendang di atas kakinya. Pria itu juga merasakan seseorang yang mencolek pinggangnya berkali kali.
“Kenapa kak? Kalian bisa ngga ngga usah tendang tendangan di atas kaki ayah?” Keduanya hanya terkekeh.
“Kakak ada satu pertanyaan lagi.”
“Apa?”
“Momen jatuh cinta pertamanya ayah sama bunda itu kapan?” Mendengar itu Jeno pun langsung membuka matanya secara perlahan.
“Kenapa nanya gitu?”
“Penasaran aja. Seems like you two in love since the beginning.” Jeno tertawa pelan mendengarnya.
“Kapan ya? Kurang tau sih. Mungkin pas ayah ngobrol panjang sama bunda pas pertama kali ke penthouse?”
“Yang ayah nyebur ke kolam karena keciduk grandma itu?”
“Udah deh ngejeknya,” ucap Jeno sembari mencubit pinggang Aro membuat anak itu tertawa kencang karena merasa geli.
“Lagian ayah cupu banget, digituin doang langsung nyebur ke kolam, malu-maluin.”
“Kita liat ya lebih malu-maluin mana sama Aro nanti kalau punya pacar.”
“Siapa takut! Aro kan turunannya bunda, jadi ngga mungkin malu-maluin kayak ayah,” ucap Aro membuat Jeno rasanya ingin mencakar wajah anak itu sekarang juga.
“Udah ih kakakkan belum selesai nanya. Trus kenapa itu bisa jadi momen pertama ayah jatuh cinta sama bunda?” Tanya Scarlett sekaligus menengahi.
“Kenapa ya? Ayah sebenernya ngga tau sih tepat kapan momen pertamanya, tapi every time we met and we talked bunda selalu effortlessly nunjukin pesonanya, she looked smart, pretty, and elegant at the same time, she made me think that she is the one I'm looking for even though she isn't on my type list at that moment.“
“Ck itu sih emang ayahnya bucin sama bunda aja,” ucap Aro yang langsung mendapat tendangan dari Scarlett.
“Kan yah, kakak nendang nendang.” Jeno hanya bisa kembali menghela nafasnya mendengar aduan si bungsu.
“Emang dulu tipe ayah kayak gimana?”
“The girl who wearing pants, kinda boyish so we can having fun together, ngga ribet, trus yang mau spending a lot time with me. Trus I was a racer kan, nah kalau bisa tuh yang bisa naik motor jadi kita bisa kayak race date gitu,” jelas jeno yang dibalas anggukan oleh Scarlett.
“Itu emang jauh banget sih dari bunda, dari nomor 1 aja bunda udah ke eliminasi,” ucap Scarlett membuat ayahnya tertawa.
“Kalau bunda kapan pertama kali jatuh cinta sama ayah?” Tanya gadis itu lagi yang dijawab kedikkan bahu oleh Jeno.
“Ngga tau, ngga pernah nanya.” Scarlett mendesah kecewa.
“Emang bunda pernah jatuh cinta sama ayah?” Jeno merotasikan bola matanya malas mendengar pertanyaan anak laki-lakinya yang ia tau hanya kembali berniat mengusilinya.
“Kalau ngga pernah gimana caranya kita nikah trus punya kalian, bocil.”
“Ya siapa tau bunda terpaksa. Kan orang-orang paling suka ikut campur sama hubungan percintaan orang lain, jadi bunda bikin orang-orang penasaran trus go publicnya pas udah tunangan. Jadi kan orang-orang makin kepo, engagement naik, pendapatan juga naik, lumayankan cuan.”
“Bocil mulutnya lemes banget heran. Kalau bener karena itu, gimana caranya kita punya kamu sama kakak?”
“Ya terus kebablasan hubungannya, lagian kan lumayan juga kalau ngga ada berita tiba tiba ngumumin punya anak, dituduh yang ngga-ngga, orang makin kepo jadi pada nyari tentang bunda, spending too much time di sosmed bunda buat ngehujat bunda, engagement naik, pendapatan juga naik, lumayankan cuan.”
“Aro ih!” Seru Scarlett sembari bangun dari tidurnya hanya untuk memukul bibir adiknya agar anak laki-laki itu diam.
“Ngga lah, kalau kakak mah ngga kebablasan, kamu doang yang kebablasan.” Aro dan Scarlett, keduanya langsung terduduk menghadap sang ayah yang masih dalam posisi tidurnya.
“GIMANA?!”
“Skip, back to the topic,” ucap Jeno tanpa menghiraukan kedua anak itu sembari kembali memejamkan matanya.
“Ini masih at the same topic ayah! Jelasin maksudnya Aro doang yang kebablasan!” Seru anak laki-laki itu heboh.
Sedangkan Scarlett? Anak itu masih melongo tidak percaya menatap ayahnya.
Ayolah Scarlett bukan seperti Aro yang bisa dibilang masih ada sisa kepolosan, anak itu sudah memahami banyak hal sekarang. Ingin rasanya ia tertawa kencang namun sebisa mungkin mempertahankan wajah polosnya dihadapan sang ayah dan adik.
“Ngga, itu topicnya ngga buat anak dibawah umur.”
“Aro ngga dibawah umur! Aro udah pernah nyicip alkohol dikit jadi Aro udah bukan dibawah umur!” Seru Aro membuat Jeno yang langsung ikut terduduk menghadap anak bungsunya.
“Kapan kamu nyobain alkohol?!”
“Waktu itu pas kita pulang ke Texas, pas main ke kebun anggur sama grandpa dikasih coba dikit, dikiiit banget, segini.” Aro mendekatkan jari jempol dan telunjuknya.
“Bohong ya? Kok ayah ngga tau? Bunda tau?” Aro menggeleng.
“Grandpa bilang jangan bilang-bilang bunda, cukup jadiin itu sebagai rahasia.” Jeno menepuk jidatnya.
“Trus kenapa kamu bilang sama kita?” Tanya Scarlett.
“Ya kalian kan bukan bunda?” Jeno pun memendam wajahnya ke dalam selimut sebelum berteriak,
“ALLIIIIIII ANAK KITA TERNODAIIII!”
“AYAAAH BERISIIIIIIIK!”
“Kak,”
“Ya?”
“RQOTD kakak waktu itu ada kaitannya sama kenapa kakak marah sama bunda ya? Udah nemu jawabannya?”
“Kakak udah ngga cari jawabannya lagi.”
“Kenapa?”
“I don't think it is something that we should find the answer. Like even we don't have to ask about it.“
“Kenapa gitu? You were so curious when you asked me about it.“
“Kakak pikir, semakin kakak cari-cari jawabannya, semakin jauh kakak dari jawaban yang aslinya udah ada di depan mata. I know my home is here, I don't have to count the astronomy location and find it with satellite to know where it is.“